Kamis, 18 Oktober 2018

3

Manusia Titah Tuhan

            Bapak pendidikan nasional Indonesia mengatakan pada tulisan yang dirangkum menjadi buku dengan kata “manusia sebagai titah Tuhan” mengapa begitu? Ki Hajar menjelaskan bahwa keberadaan Tuhan bergantung pada manusia dan bagaimana cara mengenali maupun memahami siapa itu Tuhan yang sesungguhnya..

            Berbicara tentang pendidikan, dengan konsep yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara, sepertinya pada saat ini mengalami pengurahan makana bahkan penggelapan sebagian maknanya. Di dalam tulisan ki hajar yang saya dengar dari dosen saya Gus Moch Aniq " Bahwasanya pendidikan itu ada jasmani dan ada rohani". Jika jasmani itu yang jlihatan maka rohani itu yang tak kelihatan, "Dan pada era sekarang ini yang katanya kurtilas itu pembelajaran yang menuntut aktif dalam kelas".
Eh tetapi berbeda dari yang dimaksud dari Ki Hajar yang sesuhggunya yaitu pendidikan rohani khusunya batiniyahnya. Zaman old yang familiar ialah metode ceramah yang siswanya pasif tetapi mungkin dipikiranya menggesek bahkan ada ledakan-ledakan gagasan baru. Itu yang dinamakan pendidikan batin yang sesungguhnya bahkan dibilang sekarang ini pendidikan karakter.

            Untuk mencapai tingkatan batin maka ada 3 tahap untuk mengenali dirinya dahulu antara lain:

1.      Dzat.
Yang dimaksud dzat adalah manusia merupakan bagian/bentuk dari Tuhan kalau Gus Aniq kata "Manifistasi Tuhan", manusia sebagai dzat tankinoyo koyo opo, manusia sebagai dzat tankinoyo koyo ngopo, manusia sebagai dzat tankinoyo koyo sopo. Maknnya manusia sebenarnya didalam dirinya ada Tuhan.,.,

2.      Sifat.
Artine sifat ini manusia cerminan/sikap tuhan bahkan dikata sebagian dari tuhan. Contohnya ekstrak dari dzat manisa bisa saja penyayang, bisa saja menguasai, bisa saja penghancur dan banyak lagi.,.. Tindak tanduk tadi sebenarnya ialah sifat tuhan yang dititipkan.

3.      Asma.
Jika sudah tau dzat dan sifat maka asma adalah bentuk panggilanya. Tuhan pun punya nama dan punya panggilann yang jumlahnya ada 99. Manusiapun juga sama mempunyai panggilan Asmo kinoyo jopo. Kadang wes dijenengi gede jeneng iso ganti sesuai kebiasaan aatu sifatnya oleh temannya,..,., Contohe wonge gering diundang gareng dsb.

4.      Af’al.
        Inti dari Af'al yaitu tumindake nak sampun kagungan bentuk nami sifat undangan lan piturute iku tumindake sikape kang nyerminke asma sifat lan dzate.

Mekaten saking kawulo reportasine. Akhirukhalam wasaalamualaukm wr wb.,.,., 

Jumat, 05 Oktober 2018

Kesadaran Berpikir



Kesadaran ialah tahu bagaimana tujuan kemampuan kelemahan yang ada pada diri kita atau kata lain sadar yang lainya lagi tahu diri.,,..


Jika berpikir itu sesuatu hal pasti kita lakuan saat kita dalam kondidi sadar, contoh sepele ketika bangun tidur buka mata yang biasanya bab sekarang tidak bab akan mengganjal jalan pemikiran kita hal hal seperti ini juga salah satu dari tahap berpikir.
berhubungan ini untuk persyaratan tugas mata kuliah filsafat bendidikan

KESADARAN dan BERPIKIR erat hubunganya dengan pendidikan. Contohnya dalam pendidikan di Indonesia yang berbapak Ki Hajar Dewantoro ada 3 poin benting yang pernah beliau sampaikan :

1. berdiri sendiri ,maksudnya pendidikan itu berdiri sendiri sewajarnya siswa untuk mencari ilmu sesuai dengan kebutuhan tanpa adanya pola asuh yang mengatur secara memaksa berlabel kurikulum, karena ilmu adalah sesuatu yang dapat dipelajari memiliki metode serta sebab yang logis dan dapat di terapkan.
2. tidak tergantung orang lain, setiap manusi memilik cara dan penyelesaian masalah sendiri - sendiri, jadi setiap manusia memiliki pengetahuan masing - masing, namun pengetahuan itu bukanlah ilmu karena pengetahuan bersifat gaib maksudnya tidak bisa di jelaskan secara terperinci,karena menganut kebiasan sehari- hari.
namun yang di maksud Ki Hajar Dewantoro bukan masal personal siswa atau guru namun cara membuat pendidikan yang berdiri sendiri tanpa terkait oleh instansi - instrasi dan golongan - golongan kelompok yang akhirnya akan membuat suatu tujuan kepentingannya dalam pendidikan.
3. Dapat mengatur dirinya sendiri,hal ini seperti yang sudah di jelaskan di atas tentang kemerdekan atau kebebasan di atas.
sehingga Ki Hajar Dewantoro memiliki semboyan "ING NGARSA SUNG TULADHA, ING MADYA MANGUN KARSA, TUT WURI HANDAYANI" yang  berarti di depan saya menberi tauladan, di tengah - tengah memberi semangat, di belakang memberikan dorongan motivasi.
 Jadi seorang pendidik harus memegang teguh 3 poin kemerdekaan dan 3 poin semboyan Ki Hajar Dewantara karena beliau adalah Pahlawan pendidikan di Indonesia sebagai panutannya.

Jumat, 28 September 2018

Reportase Filsafat Pendidikan

filsafat  Pendidikan


Blog ini bertujuan untuk memenuhi mata kuliah filsafat pendidikan

Reportasenya :
Manusia itu mahluk yang diberi atau punya anugerah yang namanya akal.
Berbeda dengan yang namanya sapi hewan yang lebih mengedepankan nafsunya.
Manusia juga memiliki qolbu  / hati / perasaan.

Kamis, 11 Januari 2018

langkah pendidikan

Langkah Pandidikan Back To Nature

Sebagai anggota masyarakat pendidikan dunia, kini Indonesia juga tengah melakukan perubahan di segala bidang kehidupan, terutama aspek pendidikan. Hal itu menjadi penting sekali, mengingat fenomena Pendidikan Nasional tampak jauh tertinggal dengan negara-negara lain, meskipun belum bisa dikategorikan bahwa Pendidikan Nasional kita telah mengalami kegagalan. Ketertinggalan ini bukan hanya ditandai dengan daya saing sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah—bila dibandingkan dengan Negara-negara tetangga, melainkan lebih terasa akibat ketidaksiapan produk pendidikan kita untuk berkiprah dalam dunia kerja.
Langkah awal perubahan yang perlu dicermati dalam pembentukan kepribadian anak bangsa melalui pendidikan adalah pembentukan identitas (jati diri) bangsa Indonesia. Identitas ini bersumber dari faktor-faktor horizontal maupun vertikal. Pembentukan identitas yang bersumber dari faktor vertikal bisa berasal dari latar belakang geografis, pemukiman dan etnisitas. Pada gilirannya etnisitas acapkali diterjemahkan dengan unsur geografis yang meliputi lokalitas dan etnis-etnis china, Madura, Dayak, Batak, Betawi dan seterusnya yang biasa disebut dengan demografis. Sedangkan faktor horizontal lebih bermuara pada aspek dialek, kebiasaan, adat-istiadat, yang masing-masing daerah memiliki kekhasannya masing-masing.
Apabila menginginkan produk pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka kedua aspek inilah yang selayaknya harus diperhatikan oleh para pemangku atau pelaku pendidikan. Sebab pada gilirannya nanti, mereka yang mengenyam pendidikan inilah yang dapat merealisasikan nilai-nilai pendidikan tersebut ke dalam hazanah berbangsa dan bernegara, yang tentunya tidak lepas dari kerangka dasar, yaitu kebudayaan, moralitas dan ahlak (Clifton, 1968:16-17)
Mengingat hal yang demikian, tentu sudah selayaknya bila Pendidikan Nasional kembali ke habitatnya semula (back to nature) dengan memperhatikan nuansa (muatan) kultural dan saling memberikan energi antara satu aspek (vertical) dengan aspke lainnya (horizontal). Dengan mempertemukan kedua aspek ini, maka akan melahirkan suatu kondisi yang edukatif, sehingga akan tampak secara nyata sumbangsih pendidikan di tengah-tengah perubahan sosial (social change).
Melalui konsep dan strategi pendidikan back to nature ini, kita akan dapat mengembalikan harkat dan martabat sebagai sebuah bangsa yang agung. Selama ini bangsa kita terlanjur telah kehilangan modal yang sangat berharga di tengah-tengah percaturan peradaban dan hubungan antar negara-negara lainnya. Modal tersebut tak hanya berupa materi semata, tetapi yang lebih vital justru berupa merosotnya moralitas dan nilai-nilai akhlaqul karimah sebagai bangsa yang berbudaya dan berperadaban.
Dengan konsepsi pendidikan mulai melirik aspek kultural inilah, maka perlahan tapi pasti subyek pendidikan akan berkualitas dan memiliki mutu yang “layak pakai” baik untuk mengaktualisasikan dirinya, maupun dalam pemberdayaan di tengah-tengah masyarakat dan hubungan dengan negara-negara lain dari berbagai belahan bumi ini.


langkah

Langkah Pandidikan Back To Nature

Sebagai anggota masyarakat pendidikan dunia, kini Indonesia juga tengah melakukan perubahan di segala bidang kehidupan, terutama aspek pendidikan. Hal itu menjadi penting sekali, mengingat fenomena Pendidikan Nasional tampak jauh tertinggal dengan negara-negara lain, meskipun belum bisa dikategorikan bahwa Pendidikan Nasional kita telah mengalami kegagalan. Ketertinggalan ini bukan hanya ditandai dengan daya saing sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah—bila dibandingkan dengan Negara-negara tetangga, melainkan lebih terasa akibat ketidaksiapan produk pendidikan kita untuk berkiprah dalam dunia kerja.
Pemeliharaan Ikan Di Sawah Tumpang SariLangkah awal perubahan yang perlu dicermati dalam pembentukan kepribadian anak bangsa melalui pendidikan adalah pembentukan identitas (jati diri) bangsa Indonesia. Identitas ini bersumber dari faktor-faktor horizontal maupun vertikal. Pembentukan identitas yang bersumber dari faktor vertikal bisa berasal dari latar belakang geografis, pemukiman dan etnisitas. Pada gilirannya etnisitas acapkali diterjemahkan dengan unsur geografis yang meliputi lokalitas dan etnis-etnis china, Madura, Dayak, Batak, Betawi dan seterusnya yang biasa disebut dengan demografis. Sedangkan faktor horizontal lebih bermuara pada aspek dialek, kebiasaan, adat-istiadat, yang masing-masing daerah memiliki kekhasannya masing-masing.
Hasil gambar untuk gambar sawah tumpang sariApabila menginginkan produk pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka kedua aspek inilah yang selayaknya harus diperhatikan oleh para pemangku atau pelaku pendidikan. Sebab pada gilirannya nanti, mereka yang mengenyam pendidikan inilah yang dapat merealisasikan nilai-nilai pendidikan tersebut ke dalam hazanah berbangsa dan bernegara, yang tentunya tidak lepas dari kerangka dasar, yaitu kebudayaan, moralitas dan ahlak (Clifton, 1968:16-17)
Mengingat hal yang demikian, tentu sudah selayaknya bila Pendidikan Nasional kembali ke habitatnya semula (back to nature) dengan memperhatikan nuansa (muatan) kultural dan saling memberikan energi antara satu aspek (vertical) dengan aspke lainnya (horizontal). Dengan mempertemukan kedua aspek ini, maka akan melahirkan suatu kondisi yang edukatif, sehingga akan tampak secara nyata sumbangsih pendidikan di tengah-tengah perubahan sosial (social change).
Melalui konsep dan strategi pendidikan back to nature ini, kita akan dapat mengembalikan harkat dan martabat sebagai sebuah bangsa yang agung. Selama ini bangsa kita terlanjur telah kehilangan modal yang sangat berharga di tengah-tengah percaturan peradaban dan hubungan antar negara-negara lainnya. Modal tersebut tak hanya berupa materi semata, tetapi yang lebih vital justru berupa merosotnya moralitas dan nilai-nilai akhlaqul karimah sebagai bangsa yang berbudaya dan berperadaban.
Hasil gambar untuk gambar sawah tumpang sari
Dengan konsepsi pendidikan mulai melirik aspek kultural inilah, maka perlahan tapi pasti subyek pendidikan akan berkualitas dan memiliki mutu yang “layak pakai” baik untuk mengaktualisasikan dirinya, maupun dalam pemberdayaan di tengah-tengah masyarakat dan hubungan dengan negara-negara lain dari berbagai belahan bumi ini.